Historiografi
tradisional merupakan ekspresi cultural dari usaha untuk merekam sejarah. Dalam
historiografi tradisional ada unsure-unsur yang tidak bisa lepas yaitu sebagai karya
imajinatif dan sebagai karya mitologi. Historiografi pada masa klasik diwarnai
oleh actor-aktor sentries. Menurut para sejarawan penulisan sejarah ( tidak
dalam bentuk prasasti ) di Indonesia dimulai oleh Mpu Prapanca yang mengarang
kitab NegaraKertagama. Seorang tokoh, yang menjadi actor utama berperan sebagai
pemimpin besar. Hasil karya historiografi tradisional antara lain : Carita
Parahyangan, Sajarah Melayu, dan Babad.
Cerita Parahyangan memberikan gambaran mengenai peristiwa sejarah yang pernah
terjadi di daerah Jawa Barat. Di dalamnya menceritakan kisah sanjaya yang
mengalahkan banyak raja – raja di Asia Tenggara. Sedangkan sejarah Melayu
sendiri menceritakan tentang Iskandar Zulkarnaen yang berkuasa di Mesopotamia
selama tiga abad. Dari beberapa cerita tadi bisa diambil kesimpulan bahwa :
1. Historiografi pada masa
klasik diwarnai oleh aktor-aktor sentries. Seorang tokoh, yang menjadi actor
utama berperan sebagai pemimpin besar.
2. Historiografi pada masa
tersebut sulit dilepaskan dari mitos dan hanya menceritakan kalangan istana
saja ( Istana Centirs ).
3. kebanyakan karya-karya
tersebut kuat dalam hal geneologi namun lemah dalam hal kronologi.
Bentuk Historiografi
Tradisional
1. Mitos
Bentuk ini pada dasarnya merupakan suatu proses internalisasi dari pengalaman
spiritual manusia tentang kenyataan lalu di ungkapkan melalui kisah sejarah
2. Genealogis
Bentuk ini
merupakan gambaran mengenai pertautan antara individu dengan yang lain atau
suatu generasi dengan generasi berikutnya. Sil silah sangat penting untuk
melegitimasikan kedudukan mereka.
3. Kronik.
Dalam
penulisan ini sudah ada penulisan kesadaran tentang waktu, Namun demikian juga
masih di lingkungan kepercayaan yang bersifat kosmosmagis
4. Annals.
Sebenarnya
bentuk ini merupakan cabang dari kronik hanya saja bentuk annals ini sudah
lebih maju dan lebih jelas, Sudah berusaha membeberkan kisah dalam uraian
waktu.
5.Logis
Kisah yang di
ungkapkan mengamdungh mitos, legenda, dongeng, asal usul suatu bangsa, kisah
disini merupakan merupakan kisah yang merupakan suatu pembenaran berdasar emosi
dan kepercayaan.
6. Supranatural
Dalam hal
ini kekuatan kekuatan gaib yang tidak bias diterima dengan akal sehat sering
terdapat di dalamnya.
Ciri Historiografi Tradisional
1. Oral tradition
Historiografi jenis ini di
sampaikan secara lisan, maka tidak dijamin keutuhan redaksionalnya.
2. Anakronistik
2. Anakronistik
Dalam menempatkan waktu sering terjadi kesalahan kesalahan, pernyataan
waktu dengan fakta sejarah termasuk di dalamnya penggunaan kosa kata
penggunaan kata nama dll.
3. Etnosentris
Penulisan
selalu bersifat kedaerahan, Hanya terpaut pada suku bangsa tertentu. Dan
sangaty berpusat pada kedaerahan.
b. Historiografi Kolonial
Historiografi colonial sering
di sebut sebagai Eropa Sentris, Penulisan sejarah semacam ini memusatkan
perhatiannya kepada belanda sebagai tempat perjalanan baik pelayaran maupun
pemukiman di benua lain. Historiografi semacam ini di tulis oleh
penulis-penulis orang asing di dunia timur. Mereka kebanyakan tidak memiliki
ferifikasi kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena tulisan semacam ini banyak
kekurangannya.
Sumber-sumber
historiografi kolonial berasal dari dokumen-dokumen VOC, Geewoon Archief dan
Gehem Achief, Wilde Vaart; catatan pelayaran orang orang belanda di perairan,
Koloniale Verslagen laporan tahunan pemerintah belanda.
Penggunaan faham seperti ini
dan sumber-sumber seperti ini mempersempit pandangan internasional terhadap
Indonesia, jika di pakai sumber sejarah kekurangannya terletak pada;
- Mengabaikan banyak peristiwa peristiwa dari aktivitas bangsa Indonesia
- Terlalu sempit dan kurang lengkap
- Terlalu berat sebelah
Untuk menghadapi karya
semacam ini dapat menulis menggunakan dan memperhatikan langkah langkah sebagai
berikut;
- Memperluas obyek dengan memperhatikan semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia
- Menggunakan pendekatan multidimensional
- Menggunakan konsep ilmu social sehingga memahami peristiwa peristiwa yang terjadi
- Menekankan mikro history subyek tidak terlalu luas tetapi dikerjakan secara mendalam
- Konsep yang digunakan adalah sejarah nasional
- Menerapkan metode sejarah analitis.
Menjelang kemerdekaan
Indonesia pada masa kemerdekaan telah muncul karya karya yang berisi perlawanan
terhadap pemerintah colonial yang di lakukan oleh pahlawan nasional, Secara
umum tulisan ini merupakan ekspresi dan semangat nasionalistis yang berkobar
kobar. Periode ini disebut sebagai periode post Revolusi atau Historiografi
pada masa Pasaca Proklamasi. Tokoh tokoh nasional menjadi symbol kenasionalan
dan memberi identitas bagi bangsa Indonesia, Jenis sejarah semacam ini perlu di
hargai sebagai fungsi sosiopolitik, yaitu membangkitkan semangat nasional
c. Historiografi Pasca
Kemerdekaan
Penulisan sejarah pada masa
pasca kemerdekaan didominasi oleh penulisan mengenai peristiwa-peristiwa yang
masih hangat waktu itu, yaitu mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam
memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini penulisan sejarah
meliputi beberapa peristiwa penting, misalnya proklamasi kemerdekaan Indonesia
dan pembentukan pemerintahan Republik Indonesia. Kejadian-kejadian sekitar
proklamasi kemerdekaan Indonesia yang meliputi sebab-sebab serta akibatnya bagi
bangsa ini merupakan sorotan utama para penulis sejarah.
Fokus penulisan sejarah pada
masa ini juga mengangkat tentang tokoh-tokoh pahlawan nasional yang telah
berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan dan bahkan banyak biografi-biografi
tokoh pahlawan nasional yang diterbitkan misalnya saja Teuku Umar, Pangeran
Diponegoro, atau Imam Bonjol. Selain biografi tentang pahlawan nasional, banyak
juga ditemui tulisan mengenai tokoh pergerakan nasional seperti Kartini, Kiai
Haji Wahid Hayim. Biografi-biografi tersebut diterbitkan dimungkinkan karena
alasan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme diantara kalangan masyarakat. Pada
kondisi dimana sebuah Negara beau berdiri, nasionalisme sangatlah penting
mengingat masih betapa rapuhnya sebuah Negara tersebut seperti bayi yang baru
lahir, sangat rentan terhadap penyakit baik dari dalam maupun dari luar. Dan
nasionalisme menjaga keutuhan sebuah Negara tersebut agar tetap tegar dan
tumbuh menjadi sebuah Negara yang makmur dikemudian hari.
Pada masa ini mulai muncul
lagi penulisan sejarah yang Indonesia sentris yang artinya penulisan sejarah
yang mengutamakan atau mempunyai sudut pandang dari Indonesia sendiri. Pada
masa sebelumnya yaitu masa colonial, penulisan sejarah sangat Eropa sentris
karena yang melakukan penulisan tersebut adalah orang-orang eropa yang
mempunyai sudut pandang bahwa orang eropa merupakan yang paling baik.
Pada masa kemerdekaan ini penulisan sejarah telah dilakukan oleh bangsa sendiri
yang mengenal baik akan keadaan Negara ini, jadi dapat dipastikan bahwa isi
dari penulisan tersebut dapat dipercaya. Penulisan sejarah yang Indonesia
sentris memang sudah dimulai jauh pada masa kerajaan-kerajaan, tetapi kemudian
ketika bangsa barat masuk ke Indonesia maka era penulisan sejarah yang
Indonesia sentris mulai meredup dan digantikan oleh historiografi yang
eropa sentris.
Penulisan sejarah tentu saja
berisi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu, dan tentu saja
sangat berkaitan erat dengan tokoh yang menjadi aktor atau pelaku sejarah
tersebut. Pada peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia yang menjadi sorotan
utama adalah tokoh nasional yang sering disebut sebagai Dwitunggal yaitu
Soekarno dan Moh. Hatta. Dua tokoh inilah yang menjadi tokoh utama dalam
peristiwa proklamasi tersebut, disamping tentu saja sangat banyak tokoh-tokoh
lain yang turut berperan dalam peristiwa tersebut.
d. Historiografi Indonesia
Modern
Historiografi Indonesia
modern dimulai sejak diselenggarakannya Seminar Sejarah Nasional Indonesia di
Yogyakarta dimulai pada tahun 1957. Semenjak itu penulisan sejarah Indonesia
mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh orang
Indonesia sendiri. Sehingga dengan demikian dapat dilihat perkembangan
Indonesia-sentris yang mulai beranjak. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh
bagi perkembangan sejarah itu sendiri. Berbagai peristiwa yang terjadi di
Indonesia ditulis oleh orang Indonesia sendiri, dengan demikian tentu saja
objektivitasnya dapat dipertanggung jawabkan karena yang menulis sejarah adalah
orang yang berada pada saat peristiwa tersebut terjadi atau setidaknya
Pada masa ini juga terdapat
terobosan baru, yaitu munculnya peranan-peranan rakyat kecil atau wong cilik
sebagai pelaku sejarah yang bisa dibilang diperopori oleh Prof. Sartono
kartodirjo. Semenjak itu khasanah historiografi Indonesia bertambah luas.
Selama ini penulisan sejarah boleh dikatakan didominasi oleh para tokoh-tokoh
besar saja seperti para pahlawan kemerdekaan, ataupun tokoh politik yang
berpengaruh. Hal tersebut tentu saja tidak jelek, karena pada masa itu yaitu
sekitar kemerdekaan, bisa dibilang historiografi dipakai sebagai pemicu rasa
nasionalisme ditengah-tengah masyarakat yang baru tumbuh. Oleh karena itu pada
masa itu historiografi hanya berisi mengenai biografi dan penulisan tentang
tokoh-tokoh besar saja.
Perpindahan pandangan
penulisan sejarah yang semula Eropa-sentris menuju Indonesia-sentris tentu saja
sangat berpengaruh bagi perkembangan historiografi selanjutnya. Karena pada
masa penjajahan Belanda historiografi Indonesia memiliki ciri Eropa-sentris
yaitu lebih memadang bangsa Eropa sebagai yang paling baik, dan bangsa diluar
tersebut adalah tidak baik. Tetapi dengan berubahnya pandangan menjadi
Indonesia-sentris memungkinkan bangsa Indonesia tidak lagi dipandang sebagai
bangsa rendahan. Perkembangan yang terlihat pada penulisan sejarah Indonesia
adalah kata-kata "pemberontakan" yang dahulu sering ditulis oleh para
sejarawan Eropa kini berganti menjadi "perlawanan" atau
"perjuangan" hal tersebut logis karena sebagai bangsa yang terjajah
tentu saja harus melawan untuk mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan.
Tetapi pada perkembangan
setelah Seminar Sejarah tahun 1957 muncul beberapa permasalahan yang tampaknya
cukup mengganggu, yaitu para sejarawan cenderung hanya mengekor pada tradisi
historiografi colonial, dalam artian para sejarawan tidak dapat memanfaatkan
tradisi keilmuan sosial dalam melakukan penelitian sejarah. Pada permasalahan
selanjutnya adalah sejarawan seringkali hanya memfokuskan pada persoalan
Indonesia saja, padahal ada persoalan besar yang berkaitan dengan dunia swecara
global. Tetapi tentu saja hal tersebut kemudian menjadi bahan refleksi untuk
perkembangan historiografi selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar