Indonesia sebagai daerah
yang dilalui jalur perdagangan memungkinkan bagi para pedagang India untuk
sungguh tinggal di kota pelabuhan-pelabuhan di Indonesia guna menunggu musim
yang baik. Mereka pun melakukan interaksi dengan penduduk setempat di luar
hubungan dagang. Masuknya pengaruh budaya dan agama Hindu-Budha di Indonesia
dapat dibedakan atas 3 periode sebagai berikut.
1. Periode Awal (Abad V-XI M)
Pada
periode ini, unsur Hindu-Budha lebih kuat dan lebih terasa serta menonjol
sedang unsur/ ciri-ciri kebudayaan Indonesia terdesak. Terlihat dengan banyak
ditemukannya patung-patung dewa Brahma, Wisnu, Siwa, dan Budha di
kerajaan-kerajaan seperti Kutai, Tarumanegara dan Mataram Kuno.
2. Periode Tengah (Abad XI-XVI M)
Pada
periode ini unsur Hindu-Budha dan Indonesia berimbang. Hal tersebut disebabkan
karena unsur Hindu-Budha melemah sedangkan unsur Indonesia kembali menonjol
sehingga keberadaan ini menyebabkan munculnya sinkretisme (perpaduan dua
atau lebih aliran). Hal ini terlihat pada peninggalan zaman kerajaaan Jawa
Timur seperti Singasari, Kediri, dan Majapahit. Di Jawa Timur lahir aliran Tantrayana
yaitu suatu aliran religi yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan
Indonesia asli dengan agama Hindu-Budha.
Raja
bukan sekedar pemimpin tetapi merupakan keturunan para dewa. Candi bukan hanya
rumah dewa tetapi juga makam leluhur.
3. Periode Akhir (Abad XVI-sekarang)
Pada
periode ini, unsur Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan periode sebelumnya,
sedangkan unsur Hindu-Budha semakin surut karena perkembangan politik ekonomi
di India. Di Bali kita dapat melihat bahwa Candi yang menjadi pura tidak hanya
untuk memuja dewa. Roh nenek moyang dalam bentuk Meru Sang Hyang Widhi Wasa
dalam agama Hindu sebagai manifestasi Ketuhanan Yang Maha Esa. Upacara Ngaben
sebagai objek pariwisata dan sastra lebih banyak yang berasal dari Bali bukan
lagi dari India.
AKULTURASI
Masuknya budaya Hindu-Budha
di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan
perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup
berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari
kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak
diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan
kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli.
Hal ini disebabkan karena:
1. Masyarakat
Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga
masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan
Indonesia.
2. Kecakapan
istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius merupakan
kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah
unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu
hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Perpaduan
budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai
sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan
asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Hasil akulturasi tersebut tampak
pada.
1. Bidang Sosial
Setelah
masuknya agama Hindu terjadi perubahan dalam tatanan sosial masyarakat
Indonesia. Hal ini tampak dengan dikenalnya pembagian masyarakat atas kasta.
2. Ekonomi
Dalam
ekonomi tidak begitu besar pengaruhnya pada masyarakat Indonesia. Hal ini
disebabkan karena masyarakat telah mengenal pelayaran dan perdagangan jauh
sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha di Indonesia.
3. Sistem Pemerintahan
Sebelum
masuknya Hindu-Budha di Indonesia dikenal sistem pemerintahan oleh kepala suku
yang dipilih karena memiliki kelebihan tertentu jika dibandingkan anggota
kelompok lainnya. Ketika pengaruh Hindu-Budha masuk maka berdiri Kerajaan yang
dipimpin oleh seorang raja yang berkuasa secara turun-temurun. Raja dianggap
sebagai keturuanan dari dewa yang memiliki kekuatan, dihormati, dan dipuja.
Sehingga memperkuat kedudukannya untuk memerintah wilayah kerajaan secara turun
temurun. Serta meninggalkan sistem pemerintahan kepala suku.
4. Bidang Pendidikan
Masuknya
Hindu-Budha juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan.
Sebab sebelumnya masyarakat Indonesia belum mengenal tulisan. Namun dengan
masuknya Hindu-Budha, sebagian masyarakat Indonesia mulai mengenal budaya baca
dan tulis.
Bukti
pengaruh dalam pendidikan di Indonesia yaitu :
ü Dengan digunakannya bahasa
Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam kehidupan sebagian masyarakat Indonesia.
Bahasa tersebut terutama digunakan di kalangan pendeta dan bangsawan kerajaan.
Telah mulai digunakan bahasa Kawi, bahasa Jawa Kuno, dan bahasa Bali Kuno yang
merupakan turunan dari bahasa Sansekerta.
ü Telah dikenal juga sistem
pendidikan berasrama (ashram) dan didirikan sekolah-sekolah khusus untuk
mempelajari agama Hindu-Budha. Sistem pendidikan tersebut kemudian diadaptasi
dan dikembangkan sebagai sistem pendidikan yang banyak diterapkan di berbagai
kerajaan di Indonesia.
ü Bukti lain tampak dengan
lahirnya banyak karya sastra bermutu tinggi yang merupakan interpretasi
kisah-kisah dalam budaya Hindu-Budha. Contoh :
· Empu Sedah dan Panuluh dengan karyanya
Bharatayudha
· Empu Kanwa dengan karyanya Arjuna Wiwaha
· Empu Dharmaja dengan karyanya Smaradhana
· Empu Prapanca dengan karyanya Negarakertagama
· Empu Tantular dengan karyanya Sutasoma.
ü Pengaruh Hindu Budha nampak
pula pada berkembangnya ajaran budi pekerti berlandaskan ajaran agama
Hindu-Budha. Pendidikan tersebut menekankan kasih sayang, kedamaian dan sikap
saling menghargai sesama manusia mulai dikenal dan diamalkan oleh sebagian
masyarakat Indonesia saat ini.
Para
pendeta awalnya datang ke Indonesia untuk memberikan pendidikan dan pengajaran
mengenai agama Hindu kepada rakyat Indonesia. Mereka datang karena berawal dari
hubungan dagang. Para pendeta tersebut kemudian mendirikan tempat-tempat
pendidikan yang dikenal dengan pasraman. Di tempat inilah rakyat
mendapat pengajaran. Karena pendidikan tersebut maka muncul tokoh-tokoh
masyarakat Hindu yang memiliki pengetahuan lebih dan menghasilkan berbagai
karya sastra.
Rakyat
Indonesia yang telah memperoleh pendidikan tersebut kemudian menyebarkan pada
yang lainnya. Sebagian dari mereka ada yang pergi ke tempat asal agama
tersebut. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan melakukan ziarah. Sekembalinya
dari sana mereka menyebarkan agama menggunakan bahasa sendiri sehingga dapat
dengan mudah diterima oleh masyarakat asal.
Agama
Budha tampak bahwa pada masa dulu telah terdapat guru besar agama Budha,
seperti di Sriwijaya ada Dharmakirti, Sakyakirti, Dharmapala. Bahkan raja
Balaputra dewa mendirikan asrama khusus untuk pendidikan para pelajar sebelum
menuntut ilmu di Benggala (India)
5. Kepercayaan
Sebelum
masuk pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia mengenal dan memiliki
kepercayaan yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang (animisme dan dinamisme).
Masuknya agama Hindu-Budha mendorong masyarakat Indonesia mulai menganut agama
Hindu-Budha walaupun tidak meninggalkan kepercayaan asli seperti pemujaan
terhadap arwah nenek moyang dan dewa-dewa alam. Telah terjadi semacam sinkritisme
yaitu penyatuaan paham-paham lama seperti animisme, dinamisme, totemisme dalam
keagamaan Hindu-Budha.
Contoh :
Di Jawa
Timur berkembang aliran Tantrayana seperti yang dilakukan Kertanegara dari
Singasari yang merupakan penjelmaaan Siwa. Kepercayaan terhadap roh leluhur
masih terwujud dalam upacara kematian dengan mengandakan kenduri 3 hari, 7
hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 2 tahun dan 1000 hari, serta masih banyak
hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat Jawa.
6. Seni dan Budaya
Pengaruh
kesenian India terhadap kesenian Indonesia terlihat jelas pada bidang-bidang
dibawah ini:
Seni Bangunan
Seni
bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli
bangsa Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan
akulturasi budaya bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan
zaman megalitikum yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat
pengaruh Hindu Budha. Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula
berbagai macam benda yang ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi
juga berfungsi sebagai makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan
candi Budha, hanya jadi tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu
jenazah ditanam di sekitar candi dalam bangunan stupa.
Seni Rupa
Seni
rupa tampak berupa patung dan relief.
Patung
dapat kita lihat pada penemuan patung Budha berlanggam Gandara di Bangun Kutai.
Serta patung Budha berlanggam Amarawati di Sikending (Sulawesi Selatan). Selain
patung terdapat pula relief-relief pada dinding candi seperti pada Candi
Borobudur ditemukan relief cerita sang Budha serta suasana alam Indonesia.
Periode
|
Patung
|
Relief
|
Periode Awal
|
Patung para dewa
Hindu-Budha seperti Brahma, Wisnu, Siwa
|
Berciri Naturalis (alami)
misalnya relief candi Borobudur menggambarkan kehidupan Sidharta Gautama.
Sedangkan relief Prambanan mengambarkan Ramayana dan Kresnayana.
|
Periode Tengah
|
Di Jawa Timur dibuat
patung raja-raja di Indonesia yang merupakan titisan para dewa. Contoh Patung
Tribuana sebagai Parwati/Kertanegara sebagai Siwa.
|
Di Jawa Timur unsur
Indonesia semakin kuat tamapk pada relief Candi Panataran yang tidak
naturalis melainkan bergaya wayang. Menunjukkan pada kepercayaan memuja roh
nenek moyang.
|
Periode Akhir
|
Patung di Bali sudah
banyak menggambarkan makhluk-makhluk seram (demon)
|
Di Bali relief yang
mencolok berupa candi-candi yang dibuat di tebing sungai merupakan makam raja
seperti yang ada di Gunung Kawi (Tampak Siring)
|
Seni Sastra dan Aksara
Periode
awal di Jawa Tengah pengaruh sastra Hindu cukup kuat.
Periode
tengah bangsa Indonesia mulai melakukan penyaduran atas karya India.
Contohnya:
Kitab Bharatayudha merupakan gubahan Mahabarata oleh Mpu Sedah dan Panuluh. Isi
ceritanya tentang peperangan selama 18 hari antara Pandawa melawan Kurawa. Para
ahli berpendapat bahwa isi sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan dalam
keluarga raja-raja Kediri.
Prasasti-prasasti
yang ada ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Bahasa Sansekerta
banyak digunakan pada kitab-kitab kuno/Sastra India. Mengalami akulturasi
dengan bahasa Jawa melahirkan bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa yang
dimodifikasi sesuai dengan pengertian dan selera Jawa sehingga menjadi aksara
Jawa Kuno dan Bali Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa sekarang serta
aksara Bali. Di kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf
Nagari.
7. Bidang Teknologi
Masyarakat
Indonesia dari sebelum masuknya agama Hindu-Budha sebenarnya sudah memiliki
budaya yang cukup tinggi. Dengan masuknya pengaruh budaya Hindu-Budha di
Indonesia semakin mempertinggi teknologi yang sudah dimiliki bangsa Indonesia
sebelumnya. Pengaruh Hindu-Budha terhadap perkembangan teknologi masyarakat
Indonesia terlihat dalam bidang kemaritiman, bangunan dan pertanian.
Perkembangan
kemaritiman terlihat dengan semakin banyaknya kota-kota pelabuhan,
ekspedisi pelayaran dan perdagangan antar negara. Selain itu, bangsa Indonesia
yang awalnya baru dapat membuat sampan sebagai alat transportasi kemudian mulai
dapat membuat perahu bercadik.
Perpaduan
antara pengetahuan dan teknologi dari India dengan Indonesia terlihat pula pada
pembuatan dan pendirian bangunan candi baik candi dari agama Hindu
maupun Budha.
Bangunan
candi merupakan hasil karya ahli-ahli bangunan agama Hindu-Budha yang memiliki
nilai budaya yang sangat tinggi. Selain itu terlihat dalam penulisan
prasasti-prasastri pada batu-batu besar yang membutuhkan keahlian, pengetahuan,
dan teknik penulisan yang tinggi. Pengetahuan dan perkenalan teknologi yang
tinggi dilakukan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi
selanjutnya.
Dalam bidang
pertanian, tampak dengan adanya pengelolaan sistem irigasi yang baik
mulai diperkenalkan dan berkembang pada zaman masuknya Hindu-Budha di
Indonesia. Tampak pada relief candi yang menggambarkan teknologi irigasi pada
zaman Majapahit.
8. Sistem Kalender
Diadopsi
dari sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya :
· Penggunaan
tahun Saka di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka yang
dimulai tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja
Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari. Oleh orang Bali,
tahun Saka tidak didasarkan pada sistem Surya Pramana tetapi sistem Chandra
Pramana (tahun Bulan, tahun Kamariah) dalam 1 tahun ada 354 hari. Musim
panas jatuh pada hari yang sama dalam bulan Maret dimana matahari, bumi, bulan
ada pada garis lurus. Hari tersebut dirayakan sebagai Hari Raya Nyepi.
· Ditemukan
Candrasangkala/ Kronogram ada dalam rangka memperingati peristiwa dengan
tahun/ kalender saka. Candrasangkala adalah angka huruf berupa
susunan kalimat/ gambaran kata. Bila berupa gambar harus diartikan dalam bentuk
kalimat. Contoh:
Sirna Ilang Kertaning Bumi = 1400
S = 1478 M
Sirna =
0
Kertaning = 4
Ilang =
0
Bumi
= 1
Çurti Indria Rasa = 654 S = 732 M
Çurti
= 4
Indria
= 5
Rasa
= 6
Hayama Vayu Rasa = 682 S
9. Filsafat
Lahir Astrologi
yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan alam semesta/ astronomi.
Contoh :
orang memberi nama anak berdasarkan hari, tanggal, bulan lahirnya.
Adanya
buku primbon sebagai pedoman hidup dan tatanan tradisi yang semula hanya
merupakan catatan turun temurun. Ajaran Hindu-Budha penuh dengan upacara
keagamaan. Falsafah agama tersebut mengajarkan hal-hal yang bersifat pasifistis
yaitu ajaran yang menuju pada kehidupan damai, menerima apa yang menjadi takdir
karena semuanya ditentukan oleh Yang Maha Kuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar